Toraja memiliki pesona yang sangat spesial. Ini adalah sebuah tempat dengan adat yang tidak biasa dan pendekatan yang unik pada kematian. Kematian dilihat sebagai tujuan akhir kehidupan. Ketika seorang Toraja meninggal dunia, keluarga dan teman-teman dari yang meninggal merayakannya di pemakaman.
Tepuk tangan bergema melintasi puncak-puncak bukit, sebuah pesta besar digelar untuk para tamu dan tarian tradisional mendefinisikan kembali apa yang manusia lihat sebagai sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang indah. Upacara kematian di Toraja, bernama ‘Rambu Solo’, adalah pendewaan festival Toraja semata-mata karena daya tarik dan makna budaya yang mengikutinya. Ini menjadi penanda sebuah titik di mana seseorang meninggalkan kehidupan dan bergabung dengan nenek moyangnya. Tidak hilang atau dilupakan, tapi berpindah ke bentuk lain kehidupan.
Rambu Solo adalah upacara untuk orang meninggal, di mana kerbau menjadi simbol pengorbanan yang sakral dan perannya tidak bisa digantikan di dalam tradisi Toraja. Semakin seorang Toraja dihormati, biasanya semakin banyak kerbau yang dikorbankan. Beberapa bahkan mencapai jumlah ratusan kerbau, dengan kepercayaan bahwa setiap kerbau yang dikorbankan, jiwa yang meninggal akan semakin mudah memasuki kehidupan setelah kematian (Puya).
Daging dari kerbau kemudian dibagikan dengan tamu-tamu yang hadir sebagai bagian dari perayaan. Ini merupakan perayaan besar dan memliki peran yang tinggi di era nenek moyang, di mana kerbau-kerbau dirawat dengan penuh kasih untuk memberikan daging mereka kepada komunitas yang menghargai mereka. Upacara ini banyak ditunggu oleh masyarakat lokal dan wisatawan, karena ini menunjukkan warna asli budaya Toraja dalam semua esensinya. Megah, bahkan bukanlah sebuah kata yang bisa mendeskripsikan kemeriahan yang terjadi ketika masyarakat Toraja merayakan perpisahan dalam festival yang luar biasa.