Bagi orang Toraja, seni bertahan hidup yang paling efektif adalah harmoni
Tanah di Toraja yang bisa ditanami sangat terbatas mengingat kontur tanah bebatuan. Kawasan ini terisolasi dengan pembatas alami, menjadikannya sulit untuk melakukan perdagangan keluar. Dalam kondisi seperti ini, orang-orang kuno di Toraja harus menggantungkan diri pada bahan baku terbatas yang mereka miliki. Kondisi seperti ini mengubah Toraja menjadi ekosistem yang harus bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Dan dengan pilihan yang serba terbatas, leluhur Toraja memilih cara bertahan hidup yang paling tua dan menarik: harmoni.
Orang Toraja percaya bahwa ada sebuah tali (lolo) yang mengikat manusia, binatang dan tumbuhan dalam satu sistem. Agar manusia bisa bertahan hidup, kita harus peduli dengan binatang dan tumbuhan. Jika salah satu dari tiga tadi tersakiti, semuanya akan merasakan konsekuensinya. Filosofi ini disebut Tallu Lolona.
Kebal di masa-masa yang sulit
Tallu Lolona adalah sebuah ajaran dari Aluk Todolo, sebuah agama leluhur di masa mitos-mitos di masa lalu. Kepercayaan kuno ini mengajarkan orang Toraja untuk menghormati orang tua mereka, orang-orang yang dituakan, leluhur dan keseimbangan hidup secara umum. Filosofi ini hidup terus, meski ketika modernisasi membuat Toraja tidak lagi tergantung pada harmoni untuk bertahan hidup. Toraja masih dan akan berkembang untuk keseimbangan diantara manusia, binatang dan tanaman. Mengingat ajaran itu merepresentasikan roh-roh leluhur itu sendiri, Tallu Lolona adalah ikatan paling kuat yang menyatukan semua makhluk hidup di dataran tinggi yang mistis ini. Ini adalah penjaga tak terlihat yang mengawasi dalam keheningan, eksis melalui pembuluh darah dalam setiap organisme yang bernafas, menyebar melalui orang-orang itu sendiri.